Jika dilihat lebih jauh, diri kita ini adalah bagaikan sebuah ‘negara’ dengan sekolah sebagai ‘PBB’ kita. Dengan kita sendiri yang menjadi ‘Presiden’ dan ‘Menterinya’. Kita yang memimpin ‘negara’ (tubuh) kita sendiri dan kita juga berperan sebagai ‘Menteri’ yang bertugas sebagai pengatur keuangan, hubungan ‘luar negeri’ (antar teman), agen rahasia, pendidikan, ‘BUMN’, dll. Cukup sulit dipahami, yaa? :D Hmm tapi saya kebetulan saja punya pemikiran seperti ini.
Sebagai ‘pemerintah’, kita juga harus menjaga baik ‘hubungan diplomatik dengan negara lain’ (hubungan antar teman) walaupun mereka berbeda ‘hukum dan dasar negaranya’ (agama, latar belakang, dan sifatnya). Kita juga harus mampu mengelola ‘sumber daya alam’ (peralatan tulis dan kantor), ‘sumber daya manusia’ (tenaga dan pikiran kita), dan ‘BUMN’ (sumber pendapatan dan usaha yang kita miliki). Kita sudah memiliki ‘Menteri Pendidikan dan Kebudayaan’ yang bertugas untuk mengelola alokasi waktu belajar dan berekreasi kita (karena bermain itu sudah terlalu mainstream). Kita juga punya ‘FBI’ yang bertugas memantau aktivitas ‘negara lain’ dan merahasiakan privasi kita.
Tentu saja dalam suatu negara, negara itu haruslah sangat bijak dalam mengelola seluruh kekayaannya dengan baik. Tentu saja itu memperlukan alokasi waktu yang baik dan dengan belajar yang cukup. Tengoklah sang Presiden Indonesia, dia bekerja hampir 24 jam sehari untuk mengurus negara kita tercinta ini.
Nah, ‘Presiden beneran’ saja bisa mengelola negaranya dengan sangat baik padahal negaranya sangat luas, berpulau-pulau, dan rakyatnya sangat banyak. Namun kita sebagai ‘Presiden’ dari ‘negara tubuh kita sendiri’ saja mengeluh dalam hal mengurus satu orang saja (yaitu kita. Mungkin ada beberapa orang lain, namun itu hanyalah sebatas teman), kita seringkali tidak bisa mengelola waktu belajar kita, mengelola keuangan kita, mengelola tugas, mengelola hubungan antar teman, dan lain sebagainya.
Hmm saya sedikit cerita tentang ‘negara’ saya. ‘Negara’ saya dahulu (pas jaman SMP) sangatlah tertutup bagaikan Korea Utara (yang sampai saat saya tulis artikel ini masih tertutup). Dahulu saya memang mempunyai teman namun mereka sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi dalam ‘negara’ saya. Bahkan mereka baru mengetahui bahwa pada saat itu saya pernah menyukai teman kelas saya sejak 2,5 tahun lalu (sejak pernyataan tersebut diketahui mereka). Mereka juga baru mengetahui 3 minggu kemudian bahwa saya telah punya pacar. Tetapi sekarang (saat SMA), ‘negara’ saya terbuka sedikit. Bukti keterbukaan ‘negara’ saya adalah yaa blog ini. Namun, saya sangat jarang curhat lewat blog dan Twitter. Kalaupun ingin, itupun aku seleksi dengan sangat ketat kenetralannya. Blog adalah tempat saya berbagi isi otak dan pemikiran saya (tentunya dengan selektif dan netral) sedangkan Twitter adalah kata-kata motivasi yang saya dapatkan dari otak saya (terkadang copas dari akun Twitter lain). Tempat curhat saya adalah akun pribadi Facebook saya (bukan fanspagenya). Namun, sebagian besar data pribadi, biodata, foto, status, dan peristiwa saya atur privasinya menjadi khusus (hanya beberapa orang tertentu yang dapat melihatnya). Nah, itulah mengapa akun Facebook pribadi saya terlihat seperti tidak pernah diurus. Itu berarti sama saja ‘negara’ saya saat ini masih seperti Korea Utara tapi terbuka dalam hal pendidikan bukan dalam masalah pribadi atau masalah internal. Namun saat ini saya tengah berupaya membuat beragam ‘hubungan diplomatik’ dengan ‘negara lain’.
Semoga bermanfaat, Tetap Semangat! | Catatan Harian