Anggota Kelompok:
· I.A. Prawitasari (04)
· I Putu Hedi Sasrawan (16)
· Martina Carissa Dewi (20)
· Diah Sri Pratiwi (23)
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul ‘Sejarah Perang Jagaraga’. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada guru pembimbing yang telah membantu kami dalam mengerjakan proyek ilmiah ini. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu kami berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Semoga karya ilmiah yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, kita telah menikmati kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang kita nikmati sekarang tidak diperoleh secara cuma-Cuma. Melainkan melalui proses perjuangan yang panjang dan dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Bali, telah terjadi beberapa kali proses perjuangan melawan penjajah di beberapa tempat. Antara lain perang Jagaraga, perang Puputan, perang Margarana, dan lain sebagainya.
Di dalam Indonesia kesadaran masyarakatnya akan sejarah negaranya sendiri masih terbilang rendah, seakan melupakan petuah dari Presiden Indonesia yang pertama kita yaitu Ir. Soekarno, ia mengatakan "Jas Merah" Jangan sekali sekali melupakan sejarah. Disamping itu pula sangat dirasakan bahwa penulisan sejarah yang ada kebanyakan masih merupakan hasil penulisan orang-orang asing terutama Belanda. Disadari bahwa Indonesia ini tumbuh dari kebinekaan sifat, corak, bentuk, budayanya yang tercermin jelas pada bentuk geografisnya dan suku-suku bangsa yang ada, dan masing-masing dari suku itu dengan caranya sendiri didalam perjuangan melawan penjajahan Belanda telah menunjukkan bentuknya dengan satu tujuan adalah bebas dari belenggu penjajahan.
Hal ini memotivasi kami sebagai penulis untuk melakukan penelitian tentang sejarah Indonesia khususnya di Provinsi Bali untuk menulis kembali tentang Perang Jagaraga agar menumbuhkan jiwa nasionalisme dan meningkatkan jiwa sejarawan kepada remaja
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang melatar belakang peperangan Jagaraga ?
2 Bagaimanan kronologi perang Jagaraga ?
3 Nilai apa yang dapat diteladani dari perang Jagaraga ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui latar belakang peperangan Jagaraga
2. Untuk mengetahui kronlogi peperangan Jagaraga
3. Untuk mngetahui dan meeneladani nilai nilai yang terkandung di dalam peperangan Jagaraga
1.4 Metode Penulisan
- Metode Library Research yaitu riset perpustakaan untuk mendapatkan informasi
1.5 Garis Besar Penelitian
Garis besar penelitian kami ini adalah untuk meneliti latar belakang, kronologi dan nilai nilai luhur dari Peperangan Jagaraga yang dapat diteladani dalam kehidupan sehari hari
BAB II
Kajian Pustaka
2.1 Perang Jagaraga
Perang Jagaraga merupakan perang yang terjadi antara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger dengan Kerajaan Bali pada tahun 1849. Pada tanggal 8Juni1848, Belanda mulai mengadakan serangan terhadap daerah Jagaraga dengan menghujankan tembakan-tembakan meriam dari pantai Sangsit. Bagi Belanda pantai Sangsit harus dikuasai dan dipertahankan sebab Sangsit merupakan salah satu pantai yang masih bisa digunakan sebagai penghubung antara Bali dengan Batavia. Disamping itu penduduk Sangsit dengan mudah dapat dibina agar membantu pemerintah Belanda. Dalam ekspedisi Belanda yang kedua ini, Belanda telah mempersiapkan pasukannya secara matang. Dalam ekspedisi ini, pasukan militer Belanda diangkut oleh kapal-kapal perang sebanyak 22 buah seperti : kapal perang Merapi, Agro, Etna, Hekla, Anna, A.R. Falck, Ambonia dan Galen dan sebagainya. Masing-masing kapal perang itu dilengkapi dengan persenjataan yang berupa meriam dan persenjataan lainnya.
Kekalahan Belanda dalam ekspedisinya yang pertama ke Bali benar-benar di luar dugaan, Belanda menjadi marah dengan diundurkannya serangan balasan pada tahun 1848. Seorang perwira Belanda bernama Rochussen menulis kepada Jenderal Van der Wijck, bahwa jika ia diharuskan menjabat terus pangkatnya yang sekarang, ia tidak mau beristirahat sebelum dapat memusnahkan Jagaraga.
Dengan gugurnya Patih Jelantik maka berhenti pulalah perlawanan Jagaraga terhadap pasukan Belanda. Dalam serangan ini, dengan mengadakan pertempuran selama sehari, Belanda telah berhasil memukul hancur pusat pertahanan dari laskar Jagaraga, sehingga secara politis benteng Jagaraga secara keseluruhan telah jatuh ke tangan pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 19 April 1849, dengan jumlah korban di pihak Jagaraga kurang lebih sekitar 2200 orang, termasuk 38 orang pedanda dan pemangku, lebih 80 orang Gusti, serta 83 pemekel, sedang di pihak Belanda menderita korban sebanyak kurang lebih 264 orang serdadu bawahan maupun tingkat yang lebih tinggi.
2.2 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka kami dapat memberikan hipotesis atas rumusan masalah yang kami susun sebelumnya yaitu latar belakang perang jagaraga adalah diberlakukannya hukum tawan karang oleh raja buleleng yang memiliki hak untuk merampas seluruh isi kapal yang terdampar di perairan Bali. Karena Belanda tidak menerima hukum Tawan Karang tersebut, maka timbulah perang antara kerajaan Buleleng dengan Belanda di Jagaraga. Maka dari terjadinya perang Jagaraga tersebut kami dapat memberikan hipotesa bahwa terdapat berbagai nilai yang dapat diteladani dari sejarah perang Jagaraga seperti nilai kegigihan, keberanian , pantang menyerah dan juga rasa persatuan yang kuat antar masyarakat desa Jagaraga pada saat melawan Belanda.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Latar Belakang Terjadinya Peperangan Jagaraga
Di Bali terdapat hukum tawan karang. Yaitu hukum yang memberikan hak kepada kerajaan di Bali untuk merampas kapal-kapal yang terdampar di perairan Bali dan seluruh isinya termasuk anak buah kapal sebagai asset mereka. Hukum Tawan Karang tetap saja dilakukan oleh rakyat Buleleng sepanjang pesisir. Bahkan sering mengganggu pelayaran Belanda.
Pada tahun 1841, Belanda mengdakan suatu perjanjian dengan raja Buleleng dimana hukum Tawan Karang tersebut tidak berlaku kepada kapal-kapal Belanda. Pada tahun 1844 perjanjian tersebut dijalankan. Pada tahun itu juga, ketika sebuah kapal milik Belanda terdampar di Bali, kapal itu dirompak dan protes atas perlakuan itu diabaikan, yang berarti penguasa Bali melanggar kesepakatan, sehingga pemerintah colonial Belanda di Jawa tak bisa lagi mentoleransi dan melancarkan ekspedisi.
Latar belakang dari kerajaan Buleleng adalah Patih Jelantik tetap pada pendiriannya semula yaitu bertekad mengusir Belanda dari wilayah kerajaan Buleleng. Untuk mewujudkan keinginan ini, Patih Jelantik mempersiapkan Desa Jagaraga sebagai pusat kegiatan untuk mencapai maksudnya. Namun tindakan-tindakan serdadu Belanda merampas ibukotanya merampok rumah-rumah rakyat menimbulkan dendam pada rakyat Buleleng. Maka Patih Jelantik secara rahasia telah mengirimkan mata-mata untuk mengetahui kegiatan serdadu Belanda di Pabean dan kemudian mengambil kesimpulan bahwa Belanda telah mempersiapkan suatu penyerangan besar-besaran terhadap Jagaraga. Karena itu Patih Jelantik memutuskan memperkuat Jagaraga dalam system perbentengan, kekuatan lascar, dan persenjataan.
3.2 Kronologi Perang Jagaraga
Perang Jagaraga I
· Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung, pemerintah Belanda mengirim utusan ke Buleleng.
· 27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang terhadap raja Buleleng.
· 6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di pantai Sangsit. Ekspedisi ini diangkut oleh suatu kapal armada perang yang terdiri atas 22 buah kapal perang. Masing-masing kapal dilengkapi meriam-meriam dan persenjataan lainnya.
· 8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus melakukan serbuan-serbuan di bawah perlindungan tembakan meriam dari atas kapal. Serdadu Belanda terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit di desa Bungkulan dan sekitarrnya.
· 9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa Jagaraga dan bermaksud memukul langsung pusat pertahanan Patih Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa serdadu Belanda berhasil mencapai pantai desa Sangsit dan langsung menuju ke kapal.
· 20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan mutlak berada di tangan laskar Jagaraga berkat kepemimpinan Patih Jelantik dan bersatunya lakar dengan rakyat.
Perang Jagaraga II
· 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa Sangsit.
· 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya sekitar 10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding dengan Jenderal Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, dengan korban yang besar di pihak lascar Jagaraga.
· 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan korban besar di pihak Jagaraga.
· 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang bergerak dari pelabuhan padangbai.
· 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda diserang oleh pasukan istemewa yang sengaja dikirim dari kelungkung.Dalam pernyebuan ini laskar kelungkung berhasil menembak jendral Michiels.Letnan Kolonel Van Swieten memerintahkan seluruh armada kembali ke Jawa.Kematian sang Jendral merupakan kemenangan yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung.
3.3 Nilai nilai luhur di dalam perang Jagaraga
Walupun Belanda pada akhirnya mendapatkan kemenangan dalam peperangan, tetapi mereka mengagumi kepatriotan dan keikhlasan orang bali mempertaruhkan nyawa dengan persenjataan yang amat sederhana dan tidak seimbang.
Sebagai hikmah yang dapat dipetik darin perang Jaga raga ini adalah, tercermin bagi kita sekarng suatu jiwa kepahlawanan, patriotism bagi rakyat Bali. Hal ini didorong karena dilandasi oleh ajaran ajaran keagamaan Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali, seperti ajaran satyam yaitu kebenaran atau nidihin kepatutan. Di samping rasa kesetiaan kepada Tri Guru dalam hal ini kepada Guru Wisesa yaitu Raja sebagai Kepala Pemerintahan.
Hikmah yang lain dari perang Jagaraga adalah mengilhami kejadian kejadian berikutnya dimana nanti timbul perang puputan Badung, puputan klungkung, dan puputan margarana. Disamping itu mendorong timbulnya jiwa nasionalisme sebagai akibat timbulnya rasa harga diri, tidak ingin kedaulatannya dilanggar oleh bangsa lain.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ditinju dari kedatangan orang-orang Belanda pertama kali di Bali yang dilakukan oleh sebuah ekspedisi dibawah pimpinan Cornelis de Houtmanpada tahun1597, ternyata kunjungan yang pertama itu memperlihatkan sifat-sifat persahabatan yang saling hormat menghormati.
Kemudian barulah dilanjutkan dengan hubungan yang bersifat politik yang dating dari pihakBelanda, seperti yang terjadi pada tahun 1826, dimana Belanda secara licik dengan tekanan-tekanan berat telah mengadakan ikatan perjanjian dengan raja-raja di Bali yang bersifat mengurangi kekuasaan Belanda di Bali. Tentu saja perjanjian semacam itu dalam pelaksanaannya tidak ditaati oleh raja di Bali sehingga dari pihak Belanda menuduh bahwa raja telah melanggar perjanjian.
Begitu juga halnya pada tahun 1841 Belanda telah berhasil mengadakan ikatan perjanjian dengan kerajaan Buleleng yang menjadi sasaran pertama bagi Belanda untuk menaklukkan pulau Bali.
Agresi militer Belanda yang pertama terhadap kerajaan Buleleng dilancarkan pada tahun 18416, dengan tuduhan bahwa pihak Buleleng telah melanggar semua perjanjian yang telah diadakan sejak tahun 1841, terutama yang menyangkut Hak Tawan Karang.
Perang Buleleng meletus karena agresi Belanda dihadapi oleh lascar rakyat secara gigih demi mempertahankan wilayah (Bahasa Bali “nindihin gumi”), menegakkan keadilan dan membela kebenaran (Bahasa Bali “nindihin kepatutan”).
Ternyat Belanda dalam ekspedisinya yang pertama itu belum berhasil melumpuhkan pertahanan lascar Buleleng secara keseluruhan, bahkan dipihak Belanda banyak tentara mereka yang gugur, sedangkan lascar Buleleng masih sempat mengalihkan benteng pertahanan mereka ke desa Jagaraga yang lebih strategi.
Kemudian Belanda mengulang kembali serbuannya terhadap kerajaan Buleleng dalam ekspedisinya yang ke dua pada tahun 1848. Laskar Buleleng yang telah berbenteng di Jagaraga menghadapinya dengan perlawanan yang lebih hebat lagi dan secara tidak diduga-duga oleh Belanda, lascar Buleleng berhasil dapat mematahkan serbuan tentara Belanda yang memiliki kekuatan besar dan persenjataan yang lengkap itu. Belanda menderita kekalahan yang sangat pahit, merasa malu dan menjadi keheranan-heranan, betapa berani dan perwiranya serta keikhlasan orang-orang Bali menyabung nyawanya guna membela negerinya dibawah pimpinan patih Jelantik yang kecakapan dan keperwiraannya sangat dikagumi oleh Belanda.
Baru pada ekspedisinya yang ke tiga pada tahun 1849 setelah mengadakan persiapan-persiapan yang matang dan perlengkapan yang istimewa, Belanda berhasil menduduki benteng Jagaraga, walaupun harus di deritanya dengan korban yang besar.
Benteng Jagaraga telah jatuh, Belanda telah berhasil memenangkan peperangan terhadap kerjaan Buleleng, namun jiwa kesatria dan semangat kepahlawanan yang telah ditunjukkan oleh Laskar Buleleng dalam mempertahankan kemerdekaan wilayahnya, masih selalu tetap dikenang dan bahkan meresapi jiwa patriot bangsa.
Hal ini benar-benar terbukti pada waktu Belanda setelah memenangkan perang Jagaraga segera melancarkan serbuannya menuju kerajaan Klungkung di Bali Selatan, dimana lascar Klungkung menghadapinya dengan kejantanan yang luar biasa sehingga Jenderal Michiels yang bari saja memenangkan perang Jagaraga berhasil ditewaskan dalam pertempuran di Kusamba oleh lascar Klungkung, sehingga sisa-sisa seluruh tentara akhirnya ditarik mundur kembali ke Jawa.
Demikian halnya pada waktu Belanda menyerang kerajaan Bandung dan Klungkung masing-masing pada tahun 1909-1908,oleh laskar kedua kerajaan tersebut, Belanda dihadapi dengan perlawanan secara “PUPUTAN”, yakni perlawanan pantang mundur dan pantang menyerah,yakni melawan sampai titik darah penghabisan.
Semangat perlawanan yang diwariskan itu mengalir terus sampai kepada perang Kemerdekaan dalam mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Bali terjadi di Marga-Tabanan yang terkenal dengan “PUPUTAN MARGARANA” 20 Nopember 1946, dimana almarhum Kolonel Anumerta I Gusti Ngurah Rai beserta 75 orang anak buahnya gugur bersama-sama sebagai kusuma bangsa melawan tentara N.I.C.A.
Demikianlah dengan berhasil tersusunnya Sejarah Perang Jagaraga ini walaupun dalam wujud yang masih sederhana,diharapkan dapat merupakan sumbangan bagi perkembangan penulisan Sejarah Nasional dan mewariskan jiwa kepahlawanan yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia.
5.2 Saran
1. Bagi pemerintah : sebaiknya pemerintah lebih melindungi peninggalan peninggalan perang Jagaraga dan pemerintah semestinya membuat museum Perang Jagaraga agar bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat agar masyarakat bisa meneladani nilai nilai yang terkandung di dalam perang jagaraga. Terutama agar masyarakat lebih menghargai jasa jasa pahlawan terutama untuk meningkatkan jiwacinta tanah air.
2. Bagi Lembaga Pendidikan ; seharusnya lebih sering memberikan cerita cerita Perang Jagaraga kepada siswa siswanya agar siswanya lebih meghargai jasa pahlawan dan dapat meneladani nilai nilai positif di dalam Perang Jagaraga
DAFTAR PUSTAKA
Misha. I Gusti Ngurah Rai. (1964). Sejarah Perang Jagaraga. Denpasar: Badan Perpustakaan Daerah Propinsi Bali.
Dartu. Nyoman. (2000), Perlawanan Rakyat Jagaraga Skripsi Sarjana Muda Sejarah. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar.
Syambodo. Rifan. (2010), Perang Jagaraga. http://warofweekly.blogspot.com. Diakses tanggal 24 November 2012.
Pustakers. (2012), Sejarah Perang Bali 1846-1849. http://www.pustakasekolah.com. Diakses tanggal 24 November 2012.
Semoga bermanfaat, Tetap Semangat! | Materi Pelajaran, Catatan Harian